Sejarah Desa

01 Februari 2017 02:18:39 WIB

Sejarah Desa

  • Legenda Dan Sejarah Desa

Sejarah Desa Karangsoko ini diambil dari :

  1. Buku Cerita Rakyat dari Trenggalek Karya Edy Sutanto dan Jarot Setyono.
  2. Cerita Sesepuh Desa Karangsoko.

Pada zaman dahulu, diwilayah Kabupaten Trenggalek ada sebuah desa yang semua penduduknya senang berpesta pora. Mereka semua tak ada yang mau bekerja. Sawah dan ladangnya mereka biarkan begitu saja. Pekerjaan yang mereka lakukan setiap hari hanya berpesta dan bersenang-senang.

             Sesepuh desa tak pernah melarang warganya yang selalu berpesta dan bersenang-senang itu. Bahkan dia ikut-ikutan seperti warganya. Dialah yang mengatur jadwal giliran pesta di rumah warganya yang dilakukan setiap hari. Setiap satu minggu sekali, pesta-pora itu diadakan dibalai desa.

                        Kehidupan di desa itu menjadi tidak teratur. Sawah dan ladang semakin tak terurus. Kegiatan pesta yang mereka lakukan pun berkembang menjadi tempat perjudian. Tak jarang terjadi perkelaian di tempat pesta itu. Yang berkelai bukannya dilerai, tetapi malah dijadikan tontonan.

                        Keadaan desa itu menimbulkan kekawatiran seorang wali penyebar agama Islam. Sang Wali tidak ingin jika perilaku orang-orang desa itu ditiru oleh orang-orang desa lain. Sang Wali segera bertindak, ia datang ke desa itu.

“ Kalaian sungguh-sungguh telah meninggalkan ajaran agama! Yang kalian kerjakan ini adalah pekerjaan setan. Sadarlah kalian dan mari kembali kepada ajaran agama Islam! “ ajak Sang Wali yang datang ke tempat berpesta-pora.

“ Hei, orang tua! Melihat pakaianmu, pasti kamu seorang penyebar agama Islam. Sebaiknya kamu pergi saja. Kalaupun kami kembali kepada ajaran agama. Di desa ini tidak ada tempat untuk beribadah! Jadi, biarkan kami berpesta-pora setiap hari “ jawab sesepuh desa.

“ Kalau kalian ingin tempat beribadah, aku akan membuatnya untuk kalian! Asal setelah tempat ibadah itu jadi, kalian harus mau datang untuk beribadah. Tinggalkan kesukaan kalian berpesta-pora dan berjudi! “

Berapa lama kamu akan membuat tempat ibadah itu, Pak tua? Kalau kamu bisa membuatnya hanya semalam, kami akan mengikuti perintahmu! Kalau tidak, sebaiknya segera tinggalkan desa ini! Tantang sespuh desa, diikuti anggukan kepala warganya. “ Baik! Aku akan membuat tempat ibadah hanya dalam waktu semalam. Kalian harus menepati ucapan sesepuh desa kalian! “ Kata Sang Wali yang kemudian beranjak pergi.

Sang Wali berjalan sambil mencari-cari tempat yang kira-kira cocok untuk masjid. Ditempat yang dianggap cocok untuk masjid, Sang Wali kemudian sholat dan berdo’a meminta bantuan Tuhan.

Sementara itu, sepeninggalan Sang Wali dari tempat pesta, sesepuh desa menyuruh beberapa wanita cantik untuk menggoda Sang Wali, Wanita-wanita cantik itu kemudian mendatangi Sang Wali yang sedang khusuk berdo’a. namun Sang Wali tetap diam dalam do’anya.

                        Wanita-wanita cantik itu tak putus asa. Dilakukan beberapa cara untuk menggoda Sang Wali yang sedang berdo’a. Namun, walau semua cara sudah dicoba. Sangwali tetap tak tergoda. Akhirnya, wanita-wanita cantik itu kembali ketempat pesta dengan kesal!. Mereka melaporkan kegagalan itu kepada sesepuh desa.

                 “ Jangan putus asa! Wali itu juga manusia. Manusia pasti suka dengan pesta seperti kita. Sekarang juga, mari kita pindahkan tempat pesta di tempat Sang Wali berdo’a. Pasti dia akan merasa terganggu dan segera pergi dari desa ini! “  ajak sesepuh desa yang disetujui semua warganya.

                 Berbondong-bondong sesepuh desa dan warganya pergi ketempat Sang Wali berdo’a. Semua peralatan pesta mereka bawa. Diantara alat pesta yang mereka bawa adalah alat untuk membuat bunyi-bunyian. Alat itu adalah lesung (alas untuk menumbuk padi) yang terbuat dari kayu, palu besar, sapu lidi, dan cikrak (Tempat sampah dari anyaman bambu).

                 Di tempat Sang Wali sedang khusuk berdo’a, sudah tercipta separo bangunan masjid. Tak tampak seorang pekerja bangunan pun di tempat itu. Masjid itu memang diciptakan oleh Sang Wali dengan bantuan dari Tuhan.

                 Sesepuh desa dan warganya kembali mengadakan pesta-pora didekat masjid yang belum jadi itu. Alat-alat musik mereka bunyikan dengan keras. Yang lain menari-nari sambil tertawa-tawa.

                 Konsentrasi Sang Wali benar-benar terganggu. Suara musik yang keras telah menggangu do’anya. Hati Sang Wali sangat kesal. Ia kemudian menyudahi do’anya. Ia berdiri dan melangkah menuju tempat alat-alat musik yang sedang dipukul pemusiknya.

                 Lesung yang sedang dipukul-pukul untuk musik itu ditendang dengan sekuatenaga oleh Sang Wali. Lesung itu melayang kearah masjid yang baru tercipta separo hingga bangunan itu roboh.

                 Sungguh ajaib! Lesung dan bangunan masjid yang roboh itu kemudian berubah menjadi gundukan batu. Gundukan batu itu makin lama makin tinggi hingga akhirnya menjadi gunung batu. Jenis batu-batuan di gunung batu itu menyerupai bentuk lesung.

                 “ Kalian sungguh keterlaluan! “ teriak Sang Wali prnuh kekesalan. “ Ingatlah baik-baik! Nanti, anak cucu kalian akan hidup menjadi pencari batu di gunung batu itu. Siapapun yang berani menggunakan batu dari gunung batu itu untuk membangun rumah, hidupnya akan morak-marik (tak teratur)! “ Begitu Sang Wali selesai mengucapkan kata-katanya, guntur di angkasa menggelegar. Halilintar menyambar-nyambar. Hujan pun turun dengan deras. Sesepuh desa dan warganya yang tadi berpesta-pora berhamburan pergi. Sang Wali pun sudah tak ada lagi ditempat itu. Entah kemana perginya Sang Wali, tak seorang pun tau.

                 Lama kelamaan, gunung yang batunya kalau dibuat rumah bisa membuat hidup morak-marik itu dinamakan “ Gunung Orak-Arik “. Nama desa tempat sesepuh desa dan warganya senang berpesta pora menjadi desa Karangsuko. Karang artinya tempat, sedangkan Suka artinya senang.  Karangsuko berarti tempat orang bersenang-senang atau berpesta-pora.

                 Versi lain menuturkan bahwa nama Desa Karangsoko berasal dari bangunan masjid yang tidak bisa diselesaikan dalam waktu 1 (satu) malam, dan sesudah bangunannya hancur, batunya menjadi “ Gunung Orak-Arik “ yang tersisa hanyalah PEKARANGAN (KARANG) calon lokasi pembangunan masjid dan TIANG (SOKO) calon bangunan masjid yang berserakan. Selanjutnya PEKARANGAN (KARANG) dan TIANG (SOKO)menjadi nama desa Karangsoko.

                        Sebelum pergi Sang Wali menutup terlebih dahulu SUMUR/MATA AIR disekitar lokasi pembangunan masjid yang airnya terus menerus mengalir keluar menggunakan salah satu Tiang (Soko) masjid yang sebelumnya diberi ijuk. Sampai sekarang dikenal sebagai WATU SUMPET.

Layanan Mandiri


Silakan datang / hubungi perangkat Desa untuk mendapatkan kode PIN Anda.

Masukkan NIK dan PIN!

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Jumlah pengunjung

Lokasi Karangsoko

tampilkan dalam peta lebih besar